Bangsa manakah di dunia ini yang
paling berpengalaman menerima sumpah serapah, kutukan, serta laknat? Dalam
sejarah dan peradaban modern kehidupan manusia, kita menduga itu adalah bangsa
Israel. Tetapi ternyata, jauh sebelum kosakata modernitas muncul, yakni sejak
kitab-kitab suci diturunkan ke bentangan alam semesta, alias sejak ribuan tahun
yang lalu, bangsa yang "memproduksi" banyak nabi dan rasul itu bahkan
sudah menjadi "bahan" kutukan berantai, turun-temurun, entah sampai
kapan.
Mereka dikutuk karena kelakuan yang durjana, kebiadaban yang tak
terukur, hingga kenekatan mereka menyembelih nabi Allah.
Bahkan, untuk urusan sembelih-menyembelih, bangsa Israel memiliki pengalaman
yang luar biasa menakjubkan. Jika dalam bentangan kurun waktu puluhan tahun
belakangan muncul jagal-jagal kemanusiaan kelas dunia, hampir sebagian besar
dari bumi Israel-lah asal
mereka.
Ingat Ariel Sharon? Dia salah
satunya. Arsitek kekejaman lembah Shabra dan Shatilla, Lebanon Selatan, puluhan
tahun lalu. Begitu kejamnya, Sharon pernah menyandang julukan yang membuat
dingin dan gemetar semua tengkuk anak cucu Adam. Ia menyandang julukan yang
hanya biasa dipakai di dunia hitam, seperti "Jenderal Haus Darah",
"Awan Kelabu Bagi Timur Tengah", "Tokoh Zionis Berdarah
Panas", dan "Kreator Ladang Pembantaian."
Julukan-julukan yang bukan semata
isapan jempol. Pembantaian sadis, 16 September 1982 itu, terjadi di kamp
pengungsi. Bulan Sabit Merah mencatat lebih dari 2.000 muslim, kebanyakan wanita dan anak-anak, tewas mengenaskan.
Sharon, tentu bukan satu-satunya jagal haus darah dari Israel. Karena tabiatnya
yang ceroboh, berkepala batu, berlebihan, melampaui batas, mempermainkan firman
Tuhan, menistakan para utusan-Nya, hingga kini bangsa Israel selalu menjadi bahan
kutukan alam semesta.
Bahkan, meski dinilai secara politik
sudah didesak agar bergerak ke tengah, Ehud Olmert juga pernah digadang-gadang
sebagai tukang jagal baru, menyusul terjadinya pengeboman di Kota Qana yang
menewaskan 56 orang, 37 di antaranya anak-anak dan wanita. Kekerasan nyaris
selalu menyertai Israel sejak era David Ben Gurion, Moshe Sha-reet, Levi
Eshkol, Yigal Allon, Golda Meir, Yitzhak Rabin, Menachem Begin, Yitzhak Shamir,
Shimon Perez, Benyamin Netanyahu,
Ehud Barak, Ariel Sharon, serta Ehud Olmert.
Bahkan, sejak lahirnya partai Mapai
hingga munculnya kekuatan gabungan beberapa partai, dan terutama sejak
menancapnya kepala batu partai Likud dan bergesernya garis perjuangan partai
Buruh serta menyempalnya partai Yisrael Baytenu, lalu lahirnya si bungsu partai
Kadima. Tak ada pergerakan yang tidak menyebar maut. Di belantara perpolitikan
mereka, maut setiap saat mengepakkan sayapnya di atas kepala siapa saja.
Yang paling mutakhir adalah tindak
kekerasan serta kebiadaban tentara mereka saat memperlakukan lebih dari 600
aktivis kamanusiaan di atas kapal berbendera Turki, "Mavi Marmara".
Kapal yang antara lain mengangkut tak kurang dari 12 aktivis kamanusiaan
berkewarganegaraan Indonesia (WNI) itu untuk menyalurkan bantuan ke kawasan
Gaza Palestina, menjadi bulan-bulanan kekerasan si
Yahudi. Tak peduli kapal masih berada di perairan internasional, bukan dalam
yurisdiksi Israel.
Maka, tumpahlah sumpah serapah,
laknat, serta kutukan yang sekali lagi dialamatkan kepada mereka karena
kegemaran mereka akan tindak kekerasan. Termasuk dari pemerintah Indonesia, yang mohon maaf, untuk kesekian kalinya
hanya bisa mengutuk dan mengutuk. Tindakan yang juga dilakukan bangsa dan negara lain. Bahkan, karena kesal
tak menemukan alternatif
paling meyakinkan, kita kadang terjebak untuk mengutuk diri sendiri setelah
mengutuk Israel yang tak mempan dikutuk.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan
bahwa diantara semua nabi Bani
Israel, adalah Nabi Daud AS dan Nabi Isa AS yang tergolong paling menderita di
tangan orang-orang Yahudi. Penganiayaan orang-orang Yahudi terhadap Nabi Isa AS
mencapai puncaknya kdtika terjadi aksi penyaliban. Penderitaan yang sama
menyedihkannya juga dialami oleh Nabi Daud AS karena mereka tidak tahu
berterima kasih. Simaklah, hal itu akan terpantul di dalam maz-murnya yang
sangat menyayat hati.
Dengan penuh kepedihan. Nabi Daud
dan Nabi Isa mengutuk mereka. Kutukan Nabi Daud mengakibatkan orang-orang Bani
Israel dihukum Nebukadnezar, yang menghancur leburkan Yerussalem dan membawa bangsa Israel sebagai
tawanan pada 556 SM. Dan, akibat kutukan Nabi Isa, Israel diluluhlantahkan oleh Titus, yang menaklukkan Yerusalem sekitar tahun 70
Masehi, dan menodai rumah ibadah dengan menyembelih babi, binatang yang sangat
dibenci oleh orang-orang Yahudi, di dalamnya.
Bahkan, dari sebanyak 32 buah
pecahan istilah "lanat/kutuk" dalam Al-Qur’an, yang pertama-tama menjadi objek kutukan atau pelaknatan
adalah bangsa Israel. Kitab Al-Mujamum Mufahros Li Alfaadzil Quran, menyebut ayat (78) surah Al-Maidah yang
berbunyi luinalladzinna kafaruu min banli israel..."-"Telah dilaknat
orang-orang kafir dari Bani Israel." Jadi, kutukan lewat Nabi Daud AS itu, antara lain
dapat ditemukan dalam Mazmur 53-78 dan 109, sementara kutukan lewat lisan Nabi Isa dapat
ditemukan di banyak tempat dalam kitab Perjanjian Baru.
Petikan ayat dalam surah Al-Maidah
tersebut menunjukkan betapa bangsa Israel
memang sudah menjadi bahan cercaan, kutukan, dan laknatan sejak dahulu kala,
jauh sebelum lahirnya peradaban modern. Mereka juga termasuk bangsa yang paling
sering "berhubungan" dengan Tuhan, bukan apa-apa, tapi karena suka
menumpahkan darah dan merusak tatanan kehidupan serta penistaan terhadap
kesucian firman-Nya. Bukti lainnya, adalah bahwa tidak ada satu pun ayat dalam
Al-Qur’an
yang secara denotatif menyebut bangsa yang dikutuk selain nama
"ISRAEL".
Bahkan, tak kurang dari sebanyak 43
kali nama Israel juga disebut-sebut dalam Al-Qur’an. Alangkah seringnya. Diawali dengan ayat (40) surah Al
Baqarah, ketika Allah mengingatkan Bani
Israel agar mensyukuri
nikmat-Nya karena kelebihan yang mereka miliki, hingga yang terakhir di ayat
(14) surah As-Shaff, yang menjelaskan betapa bangsa tersebut telah menjelma
sebagai kelompok pengkhianat. Bani Israel
pulalah yang berkali-kali mengikat perjanjian dengan Tuhan, tetapi setiap kali
berikrar setiap kali itu pula mereka mengkhianatinya.
Di era modern, semuanya berawal dari
tahun 1917, ketika menlu Inggris, Arthur J Balfour, menerbitkan Deklarasi Balfour yang
menyatakan perlunya
dibentuk negara sendiri untuk kaum Yahudi di Palestina. Maka sejak 1929,
mulailah serangkaian pemberontakan dilancarkan oleh orang-orang Palestina, menentang
berdirinya negara Yahudi itu. Bahkan,
November tahun 1947, majelis
umum PBB memutuskan untuk membagi
Palestina menjadi dua bagian yaitu Yahudi dan
Palestina.
Israel menerima keputusan tersebut,
tetapi Palestina dan negara-negara Arab menolak keras. Karena dasar itulah,
pada 1948, David Ben Gurion memproklamasikan
negeri zion itu. Maka, jalin kelindan peristiwa terus memakan korban, hingga
akhirnya semua mata kembali terbelalak ketika kapal "Mavi Marmara"
dikangkangi Israel. Turki, satu-satunya kawan terdekat di kawasan, marah besar
kepada Israel. Kalau Turki saja bisa, kenapa Indonesia yang mengaku karib dekat
Amerika Serikat, tidak menyeret Israel ke Mahkamah Internasional? Bukankah ada
WNI yang dinistakan di Mavi Marmara? Wallaahu Alambishshawaab.
Sumber : tidak diketahui
Sumber : tidak diketahui
No comments:
Post a Comment