Masa
awal pemerintahan Islam, jihad sebagai metode mendasar penyebaran dakwah Islam
telah menjadi bagian penting dari upaya membangun kekuatan Daulah Islam. Jihad
adalah perang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah. Oleh sebab itu
diperlukan persiapan baik logistik, formasi perang, strategi, komandan dan para
pasukan serta persenjataan. Persenjataan mengharuskan adanya industri.
Kewajiban
ini dipahami menurut “dalalah iltizam atau kaidah ma la
yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib” (suatu kewajiban yang tidak akan
sempurna kecuali dengan adanya sesuatu maka sesuatu itu menjadi wajib hukumya).
Jadi, mendirikan industri militer/perang wajib hukumnya berdasarkan mafhum dari
dalil tersebut.
Manjaniq
(swing-beam)
Manjaniq
pertama kali digunakan oleh kaum Muslim pada peristiwa pengepungan Bani Thaif.
Adalah Salman Al-Farisi, seorang Persia
yang masuk Islam di masa Rasulullah SAW,
orang pertama yang memproduksi senjata ini atas perintah Nabi SAW.
Manjaniq
merupakan mesin balok pengayun yang dioperasikan oleh orang-orang yang menarik
tali pada satu sisi balok sehingga ujung yang lain akan berayun sangat kuat dan
menembakkan misil dari tali yang menempel pada ujungnya.
Manjaniq
sebenarnya telah dikenal sebelum masa penaklukan Islam. Bangsa Avar pernah
menggunakannya pada penyerbuan Thessalonica di tahun 597 M. Bahkan mesin
pelontar ini dipercayai dicipta pertama kali oleh China antara abad ke-5 dan ke-3 SM, dan
sampai ke Eropa sekitar 500 M. Lalu pada masa pemerintahan Islam, Salman
mengusulkannya kepada Nabi SAW sebagai
senjata perang, seperti yang diriwayatkan dalam Sirah al-Halabiyah.
“Hingga
pada hari pecahnya dinding benteng Thaif,” demikian Ibnu Hisyam meriwayatkan
dalam kitab Sirah-nya, “Sekelompok sahabat Rasulullah SAW masuk ke dalam bawah dababah, lalu
mereka berusaha masuk ke dalam dinding benteng Thaif agar mereka bisa membakar
pintu benteng. Bani Tsaqif lalu melemparkan potongan-potongan besi yang telah dipanaskan dengan api
sehingga membakar dababah yang ada dibawahnya, kemudian Bani Tsaqif melempari
mereka dengan anak panah sehingga beberapa orang gugur.”
Atas
usulan Salman ini, Nabi SAW langsung
mengangkatnya sebagai mudir untuk mengelola industri militer dan memproduksi
manjaniq untuk memperkokoh kekuatan pasukan artileri yang dipersiapkan untuk
terjun ke medan tempur.
Pedang
Damaskus (sword of Damascus)
Dihiasi
dengan ornamen garis bergelombang, lentur, ringan, dan mampu menembus baju
zirah, menjadikan pedang damaskus salah
satu senjata perang paling bersejarah.
Pedang
ini diproduksi di Damaskus pada abad ke-12 M. Eropa lalu mencoba membuat yang
serupa dengannya, namun hingga saat ini masih belum mampu meniru 100%. Bahkan
dengan teknologi metalurgi sekalipun belum dapat membuat tandingan yang
memiliki ketajaman yang sama dengan Pedang Damaskus ini.
Pedang
yang pernah membuat gentar Pasukan Salib ini, memiliki semacam lapisan kaca di
permukaannya. Sutra akan terbelah bila jatuh di atasnya. Pedang lain pun akan
menemui nasib yang sama jika beradu dengannya. Tidak ada yang menyangka, bahwa
ilmuwan Muslim telah menerapkan teknologi nano sejak seribu tahun yang lalu.
Selama
ratusan tahun, tidak ada yang mengetahui rahasia kehebatan pedang tanpa
tanding ini. Adalah John D. Verhoeven,
seorang profesor metalurgi modern dari Iowa State University yang berkolaborasi
dengan Alfred H. Pendray, seorang tukang besi dari Florida, yang telah mencoba
membuat pedang ini selama bertahun-tahun. Dari penerapan nanoteknologi bahan
impurities (non-besi dan non-carbon) dalam adonan baja yang membentuk pola
mirip aliran air yang dikenal dengan Multi Walled Carbon Nano Tube, barulah
diketahui rahasia dibalik kehebatan pedang damaskus ini.
Teknologi
pembuatan mesiu (gunpowder)
Tidak
hanya dalam seni membuat pedang, kaum Muslim juga mampu mengembangkan teknologi
pembuatan mesiu. Walaupun senyatanya bubuk mesiu pertama kali ditemukan di China yang digunakan sebagai alat pembakaran
pada abad 9 M, dua abad sebelumnya seorang ahli kimia Muslim Khalid bin Yazzid telah mengenal lebih dulu
potassium nitrat (KNO3), bahan utama
pembuat mesiu.
Eropa
baru mengenal mesiu setelah dibawa oleh pasukan Mongol pada tahun 1240 M. Dan
selanjutnya dikembangkan menjadi bahan peledak, misalnya untuk mendorong
peluru, kemudian seabad setelahnya disempurnakan menjadi senjata api.
Jauh
sebelum Eropa mengembangkan teknologi pembuatan mesiu, ilmuwan-ilmuwan Muslim
telah lebih dulu mencobanya. Banyak ilmuwan Muslim yang menguasai teknik pemurnian
potassium, sebuah teknik yang tak diketahui oleh orang-orang China. Jabir Ibnu Hayyan (wafat tahun
815 M), Abu Bakar Al-Razi (wafat tahun 932 M),
dan Hasan Al-Rammah adalah ilmuwan-ilmuwan Muslim yang telah menguasai teknik
ini dan telah dijelaskan di dalam karya-karya mereka. Teknik pemurnian ini
dilakukan agar potassium bisa digunakan sebagai bahan peledak.
Pemurnian
potassium ini pernah diklaim Barat sebagai temuan Roger Bacon. Namun klaim ini
dipatahkan sendiri oleh ilmuwan Barat lainnya yaitu Partington. Hasan Al-Rammah
telah menjelaskan proses ini secara rinci di dalam karyanya Al-Furusiyyah wa
Al-Manasib Al-Harbiyyah. Penguasaan Al-Rammah atas penggunaan bubuk mesiu
sangat luar biasa. Ia telah berhasil menulis sebanyak 107 rumus atau resep
penggunaan mesiu. 22 resep diantaranya diracik khusus untuk membuat roket.
Saat
Perang Salib meletus tahun 1249 M, Raja Louis
IX dan para pasukannya pernah merasakan kehebatan moncong meriam dan roket kaum
Muslim. Betapa hebatnya dampak proyektil yang ditembakkan pasukan Muslim,
membuat Raja Louis IX kewalahan dan akhirnya takluk. Peristiwa itu diakui
sendiri oleh Jean de Joinville, salah seorang perwira tentara Perang Salib.
The
Mohammed’s greats gun
Inilah
salah satu senjata paling fenomenal yang digunakan dalam perang paling
menakjubkan sepanjang sejarah. The Mohammed’s greats gun, itulah sebutan senjata
yang dibuat pada tahun lampau ini. Meriam
ini dibuat sebagai jawaban atas keinginan Muhammad al-Fatih untuk menjebol
benteng pertahanan Konstantinopel.
“Aku
dapat membuat meriam tembaga dengan kapasitas seperti yang anda inginkan,” kata Orban, seorang ahli
insinyur yang diundang Al-Fatih ke Adrianopel, “Aku telah mengamati secara
detail tembok di Konstantinopel. Aku tidak hanya akan memporak-porandakan tembok itu dengan
senjataku. Bahkan, tembok Babilonia pun akan hancur karenanya.”
Tentu
saja hal ini disambut gembira oleh Muhammad Al-Fatih. Impian untuk mewujudkan
bisyarah Rasulullah SAW (tentang
takluknya Konstantinopel) sudah di depan mata. Maka dijalankanlah
proyek tersebut dan senjata
terbesar di dunia yang pernah ada pada masanya akhirnya berada dalam genggaman
Muhammad Al-Fatih. Memiliki panjang 8,2 meter, diameter 76 cm, dengan berat 18,2
ton, meriam ini sanggup melontarkan bola besi padat berdiameter 70 cm dengan
berat 680 kg sejauh 1,6 km.
Militer
hebat, negarapun kuat
“Pasukan
Utsmaniy sangat cepat gerakannya,” ujar Bertrand de Broquiere, seorang pengembara asal Perancis, “Seratus pasukan Kristen akan jauh
lebih gaduh dari sepuluh ribu pasukan Utsmaniy. Tatkala genderang perang telah
ditabuh, maka dengan segera mereka akan bergerak, mereka tidak akan berhenti
melangkah hingga komando dikeluarkan. Mereka adalah pasukan yang terlatih.
Dalam semalam mereka mampu melakukan tiga kali lipat perjalanan yang dilakukan
oleh musuh-musuhnya orang-orang Kristen.”
Kaum
Muslim memang telah berhasil membangun angkatan bersenjata yang kuat dan
pasukan yang terlatih. Walaupun tidak bisa dikatakan bahwa militer sebagai
satu-satunya faktor penentu kemenangan di medan perang, tetapi ia merupakan
salah satu sebab di antara sebab-sebab yang mengantarkan kepada kemenangan.
Maka tak heran jika Rasulullah SAW sangat
memperhatikan strategi perang, kekuatan pasukan, dan persenjataan di setiap
peperangan. Dan selanjutnya juga menjadi perhatian para Khalifah pada masa
sesudahnya.
Di
masa Abbasiyah, sebagaimana yang dituturkan oleh Philip K. Hitti, “Tentara kaum Muslim terdiri dari
pasukan infanteri (harbiyah) yang bersenjatakan tombak, pedang dan perisai,
pasukan panah (ramiyah) dan kavaleri (fursan) yang mengenakan pelindung kepala
dan dada, serta bersenjatakan tombak dan kapak. Tiap pasukan pemanah membawa
pelontar nafa (naffathun), mengenakan pakaian anti api dan melontarkan bahan
mudah terbakar ke pasukan musuh.”
Ibnu Shabir al-Manjaniqi, seorang arsitek
kondang pada masa an-Nashir (1180 -
1225), telah menulis sebuah buku tentang teknik dan seni peperangan. Pada masa
itu juga, para arsitek telah membangun mesin pengepung, seperti katapul,
pelontar, dan pendobrak.
Tak
hanya tangguh di darat, tentara kaum Muslim pun hebat di laut. Mu’awiyah adalah khalifah pertama yang
melancarkan jihad melalui lautan. Kemudian pada masa Khalifah Abdul Malik,
industri peralatan maritim untuk pertama kalinya dibangun di Tunisia.
“Dari
sana, penaklukan atas Sisilia diberangkatkan,” demikian Ibnu Khaldun
menceritakan dalam Muqaddimah-nya, “Dan pada masa itu pula ditaklukkan
Qusharrat. Setelah itu di bawah Bani Ubaidi dan Bani Umayyah, armada Ifriqiyah
dan Andalusia terus-menerus bergantian menaklukkan kota demi kota.”
“Selama
masa pemerintahan Daulah Islamiyah,” lanjut Ibnu Khaldun, “kaum Muslim
menaklukkan seluruh sisi lautan. Kekuasaan dan dominasi mereka semakin luas.
Bangsa Kristen tak dapat berbuat apa-apa terhadap armada kaum Muslim, dimana pun di Laut Tengah. Sepanjang waktu, kaum
Muslim mengarungi gelombang untuk menguasai semua semenanjung yang membujur di
pantai Laut Tengah, seperti Mayorca, Minorca, Ibiza, Sardinia, Sisilia,
Pantelleria, Malta, Crete, Cypus, dan semua provinsi Mediterranean Romawi dan
Franka.”
Penaklukan
dan penyebaran Islam yang begitu massif bukanlah semata-mata karena militer
yang kuat, tetapi faktor utama semua itu adalah ideologi Islam. Motivasinya pun
bukan lantaran memburu ghanimah (harta rampasan perang) atau sumber daya alam.
Semua wilayah yang akan ditaklukkan sama di mata kaum Muslim, baik kaya maupun
miskin. Seperti Afrika Utara yang tak punya kekayaan apapun, kaum Muslim dengan
penuh keyakinan masuk kesana dan menyebarkan Islam.
Sungguh, suatu saat nanti
musuh-musuh Islam akan terperangah menyaksikan kekuatan kaum Muslim bangkit
kembali. Mereka akan menggenggam Timur dan Barat sebagaimana orang-orang
sebelum mereka. Islam akan masuk sedemikian cepat ke dalam setiap rumah dengan
segenap kemuliaannya.
“Sungguh
perkara agama ini,” demikian Rasulullah SAW
mensabdakan dalam riwayat Imam Ahmad, “Akan
sampai ke seluruh dunia sebagaimana sampainya malam dan siang. Allah tidak akan
membiarkan satu rumahpun, baik di tengah penduduk kota atau di tengah penduduk
kampung, kecuali Allah akan memasukkan agama ini ke dalamnya dengan kemuliaan
yang dimuliakan dan kehinaan yag dihinakan,
kemuliaan yang dengannya Allah memuliakan Islam dan kehinaan yang dengannya
Allah menghinakan kekufuran.”
Sumber : tidak
diketahui
No comments:
Post a Comment